Sebagian kaum muslimin pada saat ini
ada yang bertanya, kenapa umat Islam
tidak bersikap pemaaf pada saat
sekarang ini sebagaimana dahulunya?
Dahulu nabi dihina, dicaci, dilempar
dengan batu namun beliau memaafkan
orang-orang yang berlaku demikian
kepada beliau, namun sekarang kita
lihat umat Islam susah memaafkan
orang yang salah.
Jawaban untuk pertanyaan tersebut:
sikap pemaaf memang merupakan
akhlaq Rasulullah saw, apapun yang
ditujukan kepada beliau dari keburukan
orang lain bahkan pelecehan sekalipun,
beliau sikapi dengan penuh kemaafan.
Diantara kisah luar biasa yang sampai
kepada kita dari kemaafan Rasulullah
saw adalah kisah dakwah ke Thaif.
Rasulullah saw mengatakan kepada
Aisyah bahwa apa yang beliau dapati di
Thaif merupakan hal yang sangat berat
beliau hadapi sebagaimana perang
Uhud sampai-sampai malaikat jibril
menawarkan agar malaikat gunung
menimpakan gunung ke penduduk
Thaif akibat perbuatan mereka kepada
nabi namun Nabi Muhammad saw.
malah memaafkan mereka dan
mendoakan kebaikan bagi mereka.
Namun apakah selalu seperti itu sikap
nabi Muhammad saw? Dalam sirah kita
akan dapati bahwa Rasulullah saw
mengutus beberapa orang ke berbagai
pimpinan negara untuk berdakwah
kepada mereka. Diantara utusan
tersebut ada yang diutus kepada Kisra
Persia, akan tetapi ketika sang kisra
membaca surat yang dikirim
kepadanya maka sang kisra kemudian
merobek-robek surat tersebut.
Pertanyaan yang timbul dalam diri kita,
apakah yang akan dilakukan oleh
Rasulullah saw ketika mendapatkan
berita perobekan tersebut? Kalaulah
dipakai kaedah kemaafan maka kita
akan dapati Rasulullah saw akan
memaafkan kisra Persia karena hanya
sebuah surat yang dirobek dan tidak
ada seorang muslim yang dihina atau
al-Quran yang dilecehkan. Namun
yang terjadi sebaliknya, Rasulullah saw
sangat marah dengan berita tersebut
dan beliau berdoa :
ْﻕِّﺰَﻣ َّﻢُﻬَّﻠﻟَﺍ ُﻪَﻜْﻠُﻣ
Artinya : “ Ya Allah, hancurkanlah dan
cerai beraikanlah kekuasaannya”
Allah swt mengabulkan doa nabi
tersebut, pada masa pemerintahan
Umar bin Khattab semua wilayah yang
pernah berada di bawah kekuasaan
kisra Persia, tidak ada satupun yang
tertinggal semua sudah lepas dari
kekuasaan mereka.
Apakah yang membedakan antara dua
kisah diatas? Jawabannya ada pada
hadits Aisyah r.a :
ﺎَﻣ ِﻪَّﻠﻟﺍَﻭ َﻢَﻘَﺘْﻧﺍ ِﻪِﺴْﻔَﻨِﻟ ﻲِﻓ ٍﺀْﻲَﺷ ﻰَﺗْﺆُﻳ ِﻪْﻴَﻟِﺇ
ﻰَّﺘَﺣ ،ُّﻂَﻗ ُﺕﺎَﻣُﺮُﺣ َﻚَﻬَﺘْﻨُﺗ ُﻢِﻘَﺘْﻨَﻴَﻓ ،ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪَّﻠِﻟ
Artinya : Demi Allah, Tidaklah
Rasulullah saw membalas sesuatu
yang ditujukan kepada dirinya kecuali
ketika kehormatan agama Allah SWT
dilanggar maka beliau pun marah
semata-mata karena Allah (HR al-
Bukhari).
Bukalah lembaran sirah Rasul maka
kita akan dapati kemaafan diberikan
Rasul untuk sesuatu yang berkaitan
dengan diri beliau, baik hinaan,
celaan,lemparan batu dan lain
sebagainya, akan tetapi ketika
menyangkut kehormatan agama maka
beliau mengajarkan kepada kita untuk
menunjukkan kemarahan supaya tidak
ada seorang pun yang mencoba
bertidak semena-mena terhadap
agama ini.
Kisah lain akan kita dapati pada kisah
Yahudi bani Qainuqa, yang terkenal
sebagai pandai emas. Suatu hari
seorang muslimah datang ke pasar
bani Qainuqa untuk membeli atau
memperbaiki emasnya, namun sang
penjual mengikat jilbab muslimah
tersebut sehingga ketika ia berdiri
maka nampaklah aurat bagian
belakangnya. Seorang pemuda muslim
yang lewat berusaha membantu sang
muslimah akan tetapi ia dikeroyok oleh
orang-orang Yahudi bani Qainuqa’ yang
ada di pasar tersebut. Ketika sampai
berita itu kepada Rasulullah saw maka
apakah yang akan beliau lakukan?
Kalaulah teori kemaafan yang dipakai,
niscaya Rasul akan memaafkan yahudi
bani Qainuqa dan mengadakan
negosiasi dengan mereka. Akan tetapi
ternyata yang beliau lakukan adalah
sebaliknya, beliau perintahkan semua
sahabat untuk mengepung
perkampungan yahudi bani Qainuqa
dengan pilihan: perang atau mereka
keluar dari Madinah dalam keadaan
terusir. Pengepungan itu terjadi selama
15 hari, lalu mereka memilih untuk
keluar dari Madinah dalam keadaan
terusir dan tidak boleh kembali lagi ke
Madinah.
Cukuplah kisah-kisah diatas sebagai
jawaban bagi kita, kenapa umat Islam
tidak memaafkan pelecehan yang
dilakukan terhadap al-Quran dan
agama mereka, sebab nabi yang
mengajarkan kita untuk memaafkan
kesalahan orang lain maka beliau juga
yang mengajarkan kepada kita untuk
bersikap tegas kepada penista agama.
Kata kuncinya adalah: kalau pelecehan
dan penghinaan itu kepada diri beliau
maka beliau akan memaafkan sepenuh
hati tanpa perlu diminta, akan tetapi
kalauah pelecehan itu dalam masalah
agama, maka beliau menunjukkan
kemarahannya.
Seakan-akan pesan kepada kita
semua :
“kalaulah penghinaan itu kepada diri
kita, maka seribu maaf akan kita
berikan
Tapi kalaulah penghinaan itu kepada
agama, maka seribu nyawa akan kami
siapkan”...
Belum ada tanggapan untuk "UMAT ISLAM TIDAK PEMAAF...?"
Posting Komentar