MENGAPA JUMLAH ANAK BODOH JAUH LEBIH BANYAK DARIPADA JUMLAH ANAK PINTAR?
Ditulis oleh Afi Nihaya Faradisa
Jika sebuah kelas ditempati oleh 30 orang siswa, maka kelas tersebut
akan memproduksi 10 anak pintar di peringkat atas dan 20 anak kurang
pintar di peringkat bawah.
Di dunia ekonomi, pabrik yang
menghasilkan lebih banyak "produk gagal" daripada "produk bermutu" akan
dikategorikan sebagai kesalahan produksi, kemunduran suatu industri.
Pabrik tersebut sudah selayaknya berbenah jika tidak mau mendulang
kebangkrutan.
Mengenai pendidikan, saya sendiri tidak setuju
dengan adanya sebutan anak bodoh dan anak pintar (pengecualian untuk
yang memiliki kelainan otak).
Mengapa?
Otak manusia adalah komputer terhebat di dunia. Gali dan sadari kehebatannya.
Otak kita terdiri dari 1 triliun sel otak, dan diantaranya terdiri
dari 100-200 miliar sel otak aktif (neuron) dan sisanya adalah sel-sel
pendukungnya. Dan ada kabar yang menggembirakan kita bahwa menurut
penyelidikan jumlah sel otak manusia normal, seperti kita, ternyata
tidak berbeda jauh dengan sel otak manusia jenius, seperti Albert
Einstein. Jumlahnya hanya berselisih beberapa juta saja, dan
dibandingkan dengan 1 triliun jumlah sel otak kita, maka selisih
tersebut tidak ada artinya. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa
setiap manusia punya potensi JENIUS!
Bahkan Albert Einstein pun
mengatakan bahwa didunia ini hanya ada 2 hal yang tidak terbatas, yaitu
alam semesta dan otak manusia. Dia pun menyatakan bahwa kita semua
terlahir dengan memiliki potensi jenius.
“There is Genius in all of us” katanya.
Otak kita juga punya kapasitas penyimpanan informasi yang luar biasa
banyaknya, bahkan TIDAK TERBATAS! berikut ini adalah beberapa ilustrasi
untuk menggambarkan ketidakterbatasan kapasitas memori otak manusia.
Menurut Prof. Marc Rosenweig, apabila dalam 1 detik saja kita bisa
mengingat 10 informasi baru, dalam 100 tahun kita baru menggunakan
kapasitas otak kita kurang dari 10% saja. Bahkan hasil penelitian yang
lebih ekstrim lagi, yaitu oleh seorang pakar otak dari rusia, Prof.
Pyotr Anokhin, dia mengatakan bahwa otak kita mempunyai kemampuan
mengingat informasi sebanyak angka 1 yang diikuti angka 0 yang
panjangnya 10.500.000 kilometer. Kapasitas ingatan otak manusia juga
setara dengan 500 set buku ensiklopedia. Sangat mengagumkan bukan?
Namun ironisnya, menurut penelitian, rata-rata manusia baru
mempergunakan kemampuan otaknya kurang dari 1% saja. Tentu angka ini
juga mencengangkan bukan? Apa jadinya kalau manusia bisa mempergunakan
kemampuan otaknya 10% saja, bisa dibayangkan seperti apa kemajuan
teknologi dan kehidupan yang lebih baik yang bisa diciptakan manusia
saat ini. Berikut ini adalah sedikit ilustrasi mengenai hal tersebut,
menurut pakar otak, apabila Anda bisa mempergunakan 8 % saja dari
seluruh kemampuan otak Anda, bisa menjadi seorang profesor di 8 cabang
ilmu yang berbeda-beda, dan bisa menguasai 18 bahasa asing. WOW!
(Disadur dari Brain Management Series for Learning Strategy, Elex Media Komputindo 2011).
Seorang pakar pengembangan potensi otak, Dr. Tony Buzan berkata bahwa "Brain is like a sleeping giant".
Otak kita ibarat raksasa yang sedang tidur karena potensinya yang
sangat luar biasa. Sekarang tinggal tergantung kita bagaimana cara
'membangunkannya'.
Kita pasti sepakat bahwa pelajaran sekolah itu
sebenarnya sederhana jika dibandingkan dengan kapasitas otak manusia
yang luar biasa. Jadi, jika seorang siswa kesulitan dalam menguasainya,
patut dipertanyakan MENGAPA.
Apa yang salah selama ini sehingga manusia dengan kapasitas otak yang luar biasa tidak mampu menguasai pelajaran sekolah?
1. SISWA TIDAK MENGGUNAKAN KEDUA BELAH OTAKNYA
Siswa jarang memaksimalkan antara otak kiri dan kanan secara seimbang.
Mengapa siswa lebih suka baca komik, main internet, atau main game
daripada belajar? Sebab, kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan kedua
belahan otak (pelajari sendiri tentang fungsi, cara kerja, dan
karakteristik kedua belahan otak), sehingga kegiatan tersebut terasa
menyenangkan. Sedangkan kegiatan belajar di sekolah memaksa anak lebih
dominan dalam menggunakan otak kiri saja (aspek bahasa/verbal dan
logika).
Menggunakan otak kiri dan kanan dengan tidak seimbang menyebabkan para siswa:
- Tidak bisa konsentrasi
- Tidak kreatif
- Bosan belajar
- Mudah lupa
- Otak sudah merasa "penuh" padahal yang sebenarnya terjadi adalah otak
sudah jenuh karena penggunaannya timpang/tidak seimbang.
2. SISWA TIDAK PERNAH BELAJAR CARA BELAJAR
Fenomena yang paling sering terjadi pada siswa (bahkan pada Anda
sendiri saat di bangku sekolah) adalah cenderung lebih mementingkan:
- APA yang dipelajari, bukan BAGAIMANA cara mempelajarinya
- APA yang perlu dipikirkan, bukan BAGAIMANA cara berpikir yang terbaik dan paling kreatif
Pernahkah Anda diajarkan bagaimana cara belajar: teknik mencatat,
teknik mengingat, teknik mempersiapkan ujian, teknik meringkas, dan
sebagainya? Saya yakin dari TK sampai kuliah kita jarang sekali bahkan
tidak pernah diajarkan semua itu oleh sekolah. Akibatnya kita tidak tahu
bagaimana "cara belajar", "cara belajar yang efektif dan efisien",
apalagi "cara belajar yang menyenangkan".
Maka tidak mengherankan jika banyak anak yang stress ketika belajar. Ini adalah fenomena klasik.
Padahal pepatah lama mengatakan, "Jangan hanya memberi ikan, tapi ajarkan cara menangkap ikannya juga."
Lagipula, memaksa siswa untuk selalu menambah waktu belajar dan materi
pelajaran tanpa mengajarnya cara belajar yang menyenangkan justru akan
membuat mereka frustasi dan pemahaman akan esensi pelajaran sangat
minim.
Masing-masing siswa juga harus memahami gaya belajarnya; apakah visual, auditori, dan kinestetik.
Menurut Howard Gardner, tiap manusia memiliki kecerdasan yang menonjol.
Misal, pada tes kecerdasan berganda, saya memiliki kecerdasan yang
paling dominan yakni tipe kecerdasan intrapersonal. Tentu saja tipe
kecerdasan Anda tidak harus sama dengan saya. Anda mungkin bertipe
kecerdasan musikal sehingga Anda menyukai dan berbakat dalam bidang
musik. Anda mungkin bertipe kecerdasan kinestetik sehingga Anda berbakat
dalam bidang olahraga. Ada 9 tipe kecerdasan yang berbeda, tidak ada
yang lebih baik atau lebih buruk antar satu sama lainnya.
Tapi, sekolah umumnya hanya mengistimewakan tipe kecerdasan logika-matematika, verbal-linguistik, dan visual-spasial.
Hal itu menyebabkan siswa dengan tipe kecerdasan yang lain merasa
"tidak diperhatikan", "dikesampingkan", "dianggap bodoh", dan
seterusnya.
Pada akhir tulisan ini,
Saya ingin menyampaikan
bahwa sampai hari ini sejak saya pertama kali viral di tahun lalu karena
tulisan tentang pendidikan juga,
Kesimpulan saya tidak pernah berubah:
"Sesungguhnya tidak ada siswa yang bodoh, yang ada hanya siswa yang tidak berkesempatan untuk belajar dengan benar."
Saya capek-capek mengetik tulisan panjang yang tidak dibayar seperti
ini semata-mata adalah karena saya peduli dengan pendidikan Indonesia,
peduli dengan masa depan bangsa kita di tangan mereka; para siswa.
Selamat Hari Pendidikan Nasional!
Belum ada tanggapan untuk "Afi Nihaya Faradisa-Sebuah Catatan di Hari Pendidikan Nasional"
Posting Komentar